Kendari–INDOTIPIKOR.COM—Mantan Bupati Buton Selatan La Ode Arusani divonis 9 tahun penjara atas perkara tindak pidana korupsi belanja jasa konsultasi penyusunan dokumen studi kelayakan bandara kargo di Kabupaten Buton Selatan tahun 2020. Sidang putusan Pengadilan Negeri Tipikor Kendari, berlangsung Kamis (13/6/24), dipimpin ketua majelis hakim Arya Putra Negara K., S.H, M.H, anggota Muhammad Rutabuz A., S.H., M.H dan Wahyu Bintoro S.H, diikuti Jaksa Penuntut Umum Muhammad Anshar S.H, serta lima terdakwa didampingi kuasa hukumnya.
Seperti diketahui, kasus ini cukup menyita perhatian publik, sebab proses panjang pengungkapan hingga peradilannya, diwarnai dengan upaya “perlawanan” yang cukup keras. Rangkaiannya, mulai dari dugaan lobi-lobi untuk mengamankan kasus, dugaan perintangan penyidikan, upaya menjatuhkan-mencopot/memutasi Kepala Kejaksaan Negeri Buton Ledrik Victor Mesak Takaendengan SH MH dengan tuduhan pemerasan serta aksi demontrasi, isu ancaman kekerasan/intimidasi, hingga penikaman seorang wartawan atas pemberitaan korupsi Bandara Busel tersebut.
Komitmen serta konsistensi, kerja keras Ledrik bersama jajarannya dalam mengungkap kasus ini, berbuah manis, kebenaran menemukan jalannya, uang rakyat berpotensi terselamatkan, dan bisa kembali ke kas negara/daerah, dapat dipergunakan untuk program pro rakyat. Demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat Busel, dan para pelaku mempertanggungjawabkan perbuatannya, serta menjadi pembelajaran berharga bagi semua pihak, khususnya aparatur sipil negara (ASN) juga para pelaku pengadaan barang/jasa.
Putusan yang dijatuhkan terhadap Arusani
lebih rendah 1 tahun, dari 10 tahun tuntutan JPU Kejari Buton yang dipimpin langsung Ledrik, yang bahkan mempertaruhkan kariernya di Korps Adhyaksa, jika kalah dalam pengadilan. Ledrik juga berani mempertaruhkan nama baik keluarga dan jabatannya sebagai Kajari Buton dalam menuntaskan kasus rasuah ini.
“Kita bertaruh dijalan kebenaran. Kasus ini memang kita selidiki sampai terang benderang. Makanya begitu kita bawa di pengadilan, kita yakin bisa membuktikan mereka (terdakwa) melakukan tindak pidana korupsi,” tegas Ledrik, usai sidang.
Kata Ledrik, pengungkapan kasus ini merupakan respon dari keluhan masyarakat di Busel, tentang praktik korupsi yang terjadi.
“Kami merespon keluhan masyarakat, dan mencoba merasakan penderitaan masyarakat akibat praktik-praktik korupsi di Busel. Kejaksaan hadir untuk menunjukkan hukum itu tidak hanya tajam ke bawah tetapi juga tajam ke atas,” ujar Ledrik
Ledrik menekankan bahwa sudah menjadi tugas Kejaksaan untuk memberantas korupsi. Siapapun dia, pejabat, pengusaha, semua sama dimata hukum. “Kalau salah dan korup kita akan tindak tegas,” tegasnya.
Iapun berterimakasih dan mengungkapkan rasa apresiasi kepada seluruh masyarakat Busel, para tokoh masyarakat, tokoh budaya, tokoh agama, praktisi hukum, pemuda, mahasiswa, organisasi-organisasi, serta semua pihak, yang telah mendoakan dan memberikan dukungan selama pengungkapan kasus, sampai saat ini.
Ledrik juga mengajak untuk terus bersatu, bersama-sama bersinergi mengawal jalannya penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, bebas dari korupsi kolusi nepotisme, di wilayah hukum Kejari Buton.
Empat terdakwa lainnya divonis masing-masing: Ahmad Ede 7 tahun penjara, Endang Siwi Handayani 6 tahun penjara, Abdul Rahman 4 tahun penjara, Erik Octora Hibali 1 tahun 2 bulan penjara.
Sepekan sebelumnya, pada sidang tuntutan, La Ode Arusani didakwa dengan Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP
Dituntut pidana penjara 10 tahun,
pidana denda sebesar Rp500 juta subsidair pidana pengganti 6 bulan kurungan,
membayar uang pengganti Rp 403.247.000 subsidair pidana penjara 5 tahun.
Ahmad Ede didakwa dengan Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Dituntut pidana penjara 8 tahun,
pidana denda sebesar Rp 500 juta subsidair pidana pengganti 6 bulan kurungan, membayar uang pengganti Rp 484.100.000 subsidair pidana penjara 4 tahun.
CH Endang Siwi Handayani didakwa dengan Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Dituntut pidana penjara 7 tahun,
pidana denda sebesar Rp500 juta subsidair pidana pengganti 6 bulan kurungan,
membayar uang pengganti Rp 534.329.000 subsidair pidana penjara 3 tahun 6 bulan.
Abdul Rahman didakwa dengan Pasal 3 jo Pasal 18 UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Dituntut pidana penjara 4 tahun,
pidana denda sebesar Rp 100.000.000 subsidair pidana pengganti 3 bulan kurungan, menyatakan uang kerugian negara sebesar Rp10.000.000,00 agar disetorkan ke Kas Negara.
Erick Octora Hibali Silondae didakwa dengan Pasal 3 jo Pasal 18 UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Dituntut pidana penjara 1 tahun 6 bulan, pidana denda sebesar Rp100.000.000 subsidair pidana pengganti 3 bulan kurungan.
Kasus ini diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp 1.612.992.000.
M BADRUN