BUDAYA -INDOTIPIKOR.COM–– Ketua Umum Yayasan Forum Budaya Mataram (FBM yang juga Ketua DPPSBI (Dewan Pemerhati Penyelamat Seni Budaya Indonesia), Dr. BRM Kusuma Putra, S.H.,M.H, mengusulkan kepada pemerintah untuk memberikan gelar PAHLAWAN kepada PB XII dan Mangkunegara VIII.
Raja Kasunanan Surakarta dan Adipati Mangkunegara yang memiliki andil sangat besar mewujudkan Indonesia sebagai negara yang berdaulat secara utuh.
Usulan tersebut tak lepas dari peran PB XII dan Mangkunegara VIII yang dengan penuh kerelaanya menyatakan bergabung dengan Negara Republik Indonesia, sehingga Indonesia menjadi negara yang berdaulat secara penuh.
Dinyatakan dalam maklumat PB XII, bahwa pada dasarnya segala kekuasaan dalam daerah Negeri Surakarta Hadiningrat terletak di tangan Susuhunan Surakarta Hadiningrat dengan keadaan dewasa ini, maka kekuasaan kekuasaan yang sampai kini tidak di tangan kami dengan sendirinya kembali ke tangan kami.
Begitupun berhubungan antara Negeri Surakarta Hadiningrat dengan pemerintah Pusat Negara Republik Indonesia bersifat langsung.
Kami memerintahkan dan percaya kepada seluruh penduduk Negeri Surakarta Hadiningrat, mereka akan bersikap sesuai dengan sabda kami tersebut di atas, tulis PB XII dalam maklumatnya
Sementara itu dalam maklumatnya MN VIII menyampakan atas nama rakyat dan keluarga Mangkunegaran.
Bahwa semua urusan pemerintahan dalem Kerajaan Mangkunegaran kini di tetapkan dan di pimpin oleh Pemerintah Mangkunegaran sendiri dengan mengingat peraturan Pemerintah Republik Indonesia.
Bahwa perhubungan Pemerintah Mangkunegaran dengan Pemerintah Republik Indonesia bersifat langsung.
Maklumat yang disampaikan PB XII dan MN VIII memperjelas peran mereka berdua yang penuh dengan kerelaan berada di belakang Pemerintah Republik Indonesia, atau dapat di tafsirkan menjadi bagian dari Negara Republik Indonesia.
Menilik sejarah perjuangan para penerus Mataram di masa perang penjajahan Belanda, Kusuma katakan, tak sedikit keluarga Kerajaan dan rakyat Mataram terbunuh akibat menentang penjajahan.
Sebagai pusat pemerintahan suatu negara Kerajaan yang berdaulat, kebijakan politik raja tentu mempertimbangkan berbagai aspek sosial, politik dan ekonomi.
Apalagi hubungan antara pemerintah kolonial dengan Kerajaan kala itu bersifat hubungan dagang, sehingga mereka di terima dengan baik.
Hanya saja seiring dengan perkembangan jaman dan semakin luasnya kaum penjajah mencengkeramkan kukunya di Nusantara, kebijakan kekuasaan Kerajaan berdaulat yang semula di tentukan sendiri, lambat laun di setir oleh kaum pendatang.
Mereka tak hanya memonopoli perdagangan, namun juga menyandera kebijakan dan kebebasan rakyat, terang Ketua FBM menceritakan sejarah kolonial di Nusantara.
Mataram sebagai pemilik kekuasan terbesar di pulau Jawa, rupanya tak mampu berbuat banyak. Mereka termakan monopoli ekonomi dan kebijakan politik yang di terapkan oleh Belanda melalui siasat adu domba.
Oleh sebab itu di dalam lingkungan istana sendiri, akhirnya banyak yang melakukan gerakan menentang penjajahan, namun dengan cara sembunyi sembunyi agar tidak merugikan Kerajaan dan rakyat.
Mereka yang berjuang terang terangan harus berada di luar tembok istana agar tidak menyeret konflik peperangan ke dalam istana.
Kusuma menceritakan, sebagai bangsa pejuang yang secara turun temurun mewarisi sejarah besar peradaban Nusantara, Raja Raja Mataram tidak hanya berkorban dan berjuang membela kepentingan rakyat. Baik yang di lakukan secara terang terangan maupun sembunyi.
Bahkan pengorbanan yang begitu besar di contohkan oleh Paku Buwono VI, yang harus rela di buang ke Menado bersama dengan Pangeran Diponegara akibat menentang Kolonialisme yang di lakukan oleh Belanda.
Perjuangan raja raja Kasunanan menentang penjajahan tidak hanya berhenti sampai pada PB VI saja, para penerusnya juga melakukan hal yang sama meski cara dan strategi yang di terapkan berbeda beda.
Sebagai kerajaan yang memiliki kedaulatan penuh, Belanda sadar betul, jika Kerajaan Mataram memiliki kekuatan yang tidak bisa di anggap enteng. Bila seluruh kekuatan yang ada di istana bergabung dengan para pejuang yang ada di luar, Belanda tentu akan kewalahan dan berakhir dengan kekalahan.
Untuk menyiasati hal tersebut, maka di terapkanlah politik Devide et Impera atau politik adu domba di lingkungan istana Mataram.
Kelompok kelompok penentang Belanda yang ada didalam istana di pecah belah melalui framing politik dan pembunuhan karakter. Imbasnya kerajaan Mataram akhirnya mulai berseteru sendiri dan terpecah belah.
Tanpa kita sadari framing yang di buat oleh Belanda sampai saat ini masih melekat di maindset masyarakat.
Mereka beranggapan bahwa Kasunanan bersahabat dengan Belanda. Padahal jika melihat sejarah masuknya kolonial di Nusantara, justru yang paling besar jasanya menentang penjajahan adalah raja raja Mataram.
Sultan agung berkali kali menggempur markas Belanda di Batavia, Pangeran Purubaya yang di kenal sebagai Banteng Mataram juga bertempur melawan Belanda. Raden Mas Said, Pangeran Diponegoro, Sinuhun PB VI, Sinuhun PB X hinga berlanjut ke PB XII dan MN VIII yang juga turut berjuang di awal awal jelang Kemerdekaan Bangsa Indonesia.
Kusuma menegaskan, penjajahan yang di lakukan oleh Belanda melalui korporasi perusahaan dagang VOC merupakan kejahatan biadab. Sebab penjajahan tersebut tidak hanya mengekang kebebasan rakyat, merampok sumber daya alam, sosial dan politik, akan tetapi juga melakukan pembodohan maindset rakyat Indonesia.
Oleh karena mengingat jasa raja raja Mataram yang begitu besar, maka sudah sepantasanya mereka di usulkan untuk menjadi Pahlawan Nasional.
Dengan harapan pengorbanan mereka yang begitu besar terhadap bangsa dan negara di hargai, serta dapat menjadi suri tauladan bagi para generasi muda.
Sebagai masyarakat yang di ajarkan nilai nilai luhur budi pekerti mikul duwur mendhem jero, tentu filosofi makna tersebut mengajarkan pada kita, agar generasi muda menatap masa depan dengan mencontoh suri teladan yang baik dari para leluhur.
Hal yang kurang baik di tinggalkan di kubur dalam dalam, agar generasi berikutnya hanya meniru dan mencontoh kesuri tauladanan yang di tinggalkan.
Jadikan peristiwa kelam bagian dari sisi sejarah yang tak di sertakan dalam roda kehidupan, agar langkah menapaki masa depan bangsa berjalan penuh semangat dan Optimisme, tukas Ketua Umum FBM dalam alasan dan uraian usulan mengajukan PB XII dan MN VIII sebagai pahlawan Nasional.
BANGSA YANG BESAR ADALAH BANGSA YANG MENGHARGAI DAN MENGHORMATI JASA – JASA DAN PERJUANGAN PARA PAHLAWANNYA.
Hormat saya :
BRM.Dr.Kusuma Putra SH.MH.
Ketua umum Yayasan Forum Budaya Mataram ( FBM ) dan Dewan Pemerhati dan Penyelamat Seni Budaya Indonesia ( DPPSBI )