JABAR—INDOTIPIKOR.COM–BAPA AING—Di balik nama besar Dedi Mulyadi, tersimpan kisah perjuangan luar biasa seorang ibu bernama Karsiti. Ia bukan hanya ibu rumah tangga biasa, Karsiti adalah pejuang sejati yang menghidupi sembilan orang anak, ketika sang suami, Suryana, terpaksa berhenti dari dinas militer akibat sakit yang diduga karena racun dari mata-mata Belanda.
Saat lelaki yang dicintainya tak lagi mampu menjadi tumpuan keluarga, Karsiti mengambil alih peran itu sepenuhnya. Setiap hari, ia turun ke sawah yaitu menjadi buruh tandur, mencangkul, membanting tulang tanpa kenal lelah agar dapur tetap mengepul dan anak-anaknya tidak kelaparan.
“Ibu saya itu luar biasa. Dia kerja keras supaya kami bisa makan,” kenang Dedi, anak bungsu dari sembilan bersaudara.
Sementara itu, sang ayah, Suryana, sempat bekerja di perkebunan pasca kemiliteran. Tapi karena menolak diajak temannya untuk menjual pupuk secara ilegal, penghasilannya pun berhenti. Keluarga pun kembali mengandalkan Karsiti sepenuhnya.
Dalam memori kecil Dedi, lauk terenak bukan rendang atau ayam goreng. “Ikan asin itu sudah paling istimewa. Tapi itu cuma ada di awal bulan. Setelah lewat tanggal lima, kami makan nasi pakai garam dan bawang yang disimpan di toples,” tuturnya. Kadang, malam-malam, ia dan sang ibu mencari belalang demi tambahan lauk.
Lulus SMA, Dedi sempat mencoba mengikuti jejak ayahnya menjadi tentara. Ia mendaftar ke AKABRI dan Secapa, tapi gagal karena berat badannya tak memenuhi syarat minimum. Beratnya cuma 48 kg, sementara syaratnya 55 kg.
Tak patah semangat, Dedi lantas diterima di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran. Tapi nasib belum berpihak. Karena keterbatasan biaya, impian kuliah di sana pun harus dikubur.
Ia kemudian ikut sang kakak ke Purwakarta, dengan hanya lima helai pakaian di tas. Mereka tinggal di kontrakan reyot dengan satu kasur. Dedi pun tidur di lantai. Saat dingin tak tertahankan, dia memilih mendekat pada Tuhan yaitu shalat malam jadi penghangat jiwa.
Kakaknya hanya bekerja sebagai penjaga genset dengan gaji Rp100.000 per bulan. Hidup irit bukan pilihan, tapi keharusan. Mereka membeli ikan asin dan gudeg tulang ikan yang tahan dua minggu.
Namun Dedi tak menyerah. Ia melanjutkan kuliah di Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Purwakarta. Demi biaya pendidikan, ia berjualan gorengan, beras, apa saja yang halal. Ia bahkan tinggal di sekretariat organisasi tempat ia aktif berproses.
Semua kerja keras, pengorbanan, dan kesabaran itu kini berbuah manis.
Pada 20 Februari 2025, Dedi Mulyadi resmi dilantik sebagai Gubernur Jawa Barat di Istana Kepresidenan Jakarta. Ia bersama wakilnya, Erwan Setiawan, memenangkan Pilgub Jabar 2024 dengan meraih lebih dari 14 juta suara, mengalahkan nama-nama besar seperti Ahmad Syaikhu-Ilham Habibie, Acep Adang Ruhiat-Gitalis Dwi Natarina, dan Jeje Wiradinata-Ronal Surapradja.
Kemenangan ini bukan hanya milik Dedi. Ini adalah kemenangan Karsiti yaitu ibu yang tak pernah berhenti berjuang, sekalipun hidup begitu kejam.
#KisahInspiratifDediMulyadi
#PerjuanganSeorangIbu
#DariBawahHinggaIstana
#PemimpinRakyatJawaBarat
#KekuatanIbuMengubahNasib
LAYUNG JAGAT