JAKARTA–INDOTIPIKOR.COM/MEDIA LOYALIS PEMERINTAH–Air itu akan mengalir dari dataran tinggi ke dataran rendah. Begitu pun kebenaran, ia akan mengalir dari dataran rendah ke dataran tinggi, melangit menuju ridha Ilahi.
Kebenaran punya energinya sendiri, tak bisa disekat dan dipasung oleh otoritas atau permufakatan terstruktur. Kultur kebebasan dan menyuarakan kebenaran adalah hak manusia dan kelompok.
Setidaknya manusia terbelah dua garis, garis mono dan garis inter. Garis mono menolak perbedaan dan inginnya satu suara dalam memandang sebuah persoalan. Mono dalam sebuah organisasi atau negara ibarat Korea Utara.
Garis inter sangat terbuka pada perbedaan. Perbedaan adalah sunatullah, inilah yang melahirkan warna-warni dan mozaik dalam sebuah organisasi dan kehidupan manusia.
Adalah sebuah fakta, giat Webinar Parade Diskusi PGRI menjelaskan dua wajah PB PGRI. Ini sangat positif dalam sebuah organisasi. Satu webinar PB PGRI tanpa kehadiran pemerintah (Dirjen GTK).
Satu lagi Webinar Parade Diskusi PGRI bersama Bu Dirjen (pemerintah). Sungguh lebih menarik Webinar Parade Disusi PGRI dibanding versi PB PGRI yang pertama. Mengapa? Karena Dirjen GTK tidak hadir.
Sekjen PB PGRI yang seorang ulama, tokoh senior PGRI, mantan guru SD dan pengurus PGRI daerah, membuka dengan santuy. Disambut Dirjen GTK, Prof. Dr. Nunuk Suryani. Plus dikuatkan oleh Ketua PB PGRI dan pakar hukum PB PGRI, Kiyai Wahyudi.
Sungguh sebagai aktivis PGRI, Saya melihat ada warna baru di PB PGRI yang sangat demokratis, humanis dan dialogis. PB PGRI terbelah dua, satu selalu kontroversi dengan pemerintah dan satu lagi kolaborasi kritis dan seirama dalam membela guru.
Hadirnya Gubernur Riau, Wakil Gubernur Jawa Timur, sejumlah Kadisdik, para pengurus PB PGRI, para pengurus PGRI Kabkot, guru honorer, dewan pembina PGRI dan pemerhati lainnya, sangat konstruktif mengawal webinar.
Caca Danuwijaya mengatakan, “Webinar Parade Diskusi PGRI ini memperlihatkan nuansa dialogis kritis para pihak, pemerintah, PB PGRI, pengurus PGRI daerah, pemerintah daerah dan guru anggota”. Menurutnya, “Kini PB PGRI terbelah dua kepemimpinan”.
Belahan ini jangan dilihat terlalu negatif, namun menjelaskan dua strategi. Strategi provokatif/non kooperatif PB PGRI versi Ketum PGRI Unifah Rosyidi dan strategi kolaboratif kritis versi Sekjen PB PGRI Ali Rahim dan Ketua PB PGRI Wahyudi dan jajarannya.
Menarik PB PGRI berada dalam dua strategi. Sekjen PB PGRI dan Ketum PB PGRI dua orang hebat. Saat Kongres PGRI tahun 2019, Unifah dan Ali Rahim perolehan suara pemilihnya sama. Dukuangan sama, namun gaya berjuang tak harus sama.
Baru dalam sejarah PB PGRI terbelah dua, sebuah modus berjuang yang niatnya sama bela guru. Walau tentu ada yang “pura-pura” bela guru demi kehormatan diri dan ada pula bela guru karena memang Ia berasal dari guru SD/SMP/SMA sederajat.
SUTIAMAN ST